BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Filsafat
Rasionalisme merupakan salah satu aliran filsafat modern. Rene Descartes adalah
seorang tokoh yang mempelopori filsafat abad modern. Beliau adalah orang yang
mendirikan aliran rasionalisme. Aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar
kepastian pengetahuan. Manusia, menurut aliran ini memperoleh pengetahuan
melalui kegiatan akal menangkap obyek.
Beliau menekankan akal budi (rasio) sebagai sumber pengetahuan dan terlepas
dari pengamatan inderawi.
Aliran
rasionalisme adalah paham filsafat yang mengatakan bahwa akal (reason) adalah
alat terpenting untuk memperoleh pengetahuan. Rasionalisme tidak mengingkari
kegunaan indera dalam memperoleh pengetahuan, pengalaman indera diperlukan
untuk merangsang akal dan memberikan bahan-bahan yang menyebabkan akal dapat
bekerja. Kerjasama empirisme dan rasionalisme atau rasionalisme dan empirisme
inilah yang melahirkan metode sains, dan dari metode inilah lahirlah
pengetahuan sains yang dalam bahasa
Indonesia sering disebut pengetahuan ilmiah atau ilmu pengetahuan.
B. RUMUSAN
MASALAH
1.
Apa pengertian
rasionalisme ?
2.
Bagaimana sebab
awal timbulnya pemikiran rasionalisme ?
3.
Apa
ajaran-ajaran pokok dalam aliran rasionalisme ?
4.
Siapakah tokoh-tokoh
rasionalisme ?
5.
Bagaimana
pandangan aliran rasionalisme terhadap manusia?
C. TUJUAN
PENULISAN
Tujuan
penulisan makalah ini adalah untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Filsafat
Umum. Dan untuk mengetahui pengertian Rasionalisme, latar belakang
pemikiran, tokoh-tokohnya serta pengetahuan dan kebenaran menurut rasionalisme.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
RASIONALISME
Kata rasionalisme terdiri dari dua suku kata, yaitu “rasio” yang
berarti akal atau pikiran, dan
“isme” yang berarti paham atau pendapat. Rasionalisme adalah suatu paham yang berpendapat bahwa
kebenaran yang tertinggi terletak dan bersumber dari akal manusia.[1] Jadi rasionalisme adalah paham filsafat yang mengatakan bahwa akal
adalah alat terpenting untuk memperoleh pengetahuan. Menurut aliran ini, suatu
pengetahuan diperoleh dengan cara berpikir. Hanya rasio
sajalah yang dapat membawa orang kepada kebenaran.
Rasionalisme juga dapat diartikan sebuah faham yang menganggap bahwa
akallah yang seharusnya menjadi sumber pengetahuan. Titik fokus sumber
pengetahuan dalam aliran ini adalah kemampuan akal dalam melakukan penalaran.
Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur dengan akal yang dimiliki manusia.[2] Penalaran
adalah sebuah proses pelatihan intelektual untuk mengembangkan akal budi
manusia. Bersikap rasional berarti menggunakan kecerdasan untuk menentukan
tindakan terbaik dalam mencapai sebuah tujuan. Dalam rasio terdapat ide-ide dan
dengan itu orang dapat membangun suatu ilmu pengetahuan tanpa menghiraukan
realitas di luar rasio.
Ciri-ciri Rasionalisme adalah:
1.
Kepercayaan pada kekuatan akal budi manusia.
2.
Penolakan terhadap tradisi, dogma, dan otoritas. Ini
berpengaruh pada berbagai bidang antara lain: bidang sosial politik, agama dan
ilmu-ilmu pengetahuan.
3.
Rasionalisme mengembangkan metode baru bagi ilmu
pengetahuan yang jelas menunjukkan ciri-ciri kemodernan.
4.
Sekularisasi yang menimbulkan minimal tiga hal:
pertama, demitologisasi sejarah, kedua, alam, ketiga, perpisahan antara negara
dan agama.
B. LATAR
BELAKANG PEMIKIRAN RASIONALISME
Usaha
manusia untuk memberi kemandirian kepada akal sebagaimana yang telah dirintis
oleh para pemikir renaisans, masih berlanjut terus sampai abad ke-17. Abad
ke-17 adalah era dimulainya pemikiran-pemikiran kefilsafatan dalam artian yang
sebenarnya. Semakin lama manusia semakin menaruh kepercayaan yang besar
terhadap kemampuan akal, bahkan diyakini bahwa dengan kemampuan akal segala
macam persoalan dapat dijelaskan, semua permasalahan dapat dipahami dan
dipecahkan termasuk seluruh masalah kemanusiaan.
Descrates
adalah orang pertama di akhir abad pertengahan yang menyusun argumentasi yang
kuat dan tegas yang menyimpulkan bahwa dasar filsafat haruslah akal, bukan
perasaan, bukan iman, bukan ayat suci dan bukan yang lainnya. Hal ini
disebabkan perasaan tidak puas terhadap perkembangan filsafat yang amat lamban
dan banyak memakan korban. Ia melihat tokoh-tokoh Gereja yang mengatasnamakan
agama telah menyebabkan lambannya perkembangan itu. Ia ingin filsafat
dilepaskan dari dominasi agama Kristen, selanjutnya
kembali kepada semangat filsafat Yunani, yaitu filsafat yang berbasis pada
akal.[3]
Latar belakang munculnya rasionalisme ini
adalah keinginan untuk
membebaskan diri dari segala pemikiran tradisional(skolastik), yang pernah
diterima tetapi ternyata tidak mampu menangani hasil-hasil ilmu pengetahuan
yang dihadapi. Apa yang ditanam Aristoteles dalam pemikiran saat itu juga masih
dipengaruhi oleh khayalan-khayalan.
C.
AJARAN-AJARAN
POKOK RASIONALISME
1. Rasionalisme
percaya bahwa melalui proses pemikiran abstrak kita dapat mencapai kebenaran
fundamental, yang tidak dapat disangkal : (a) mengenai apa yang ada serta
strukturnya, dan (b) tentang alam semesta pada umumnya
2. Rasionalisme
percaya bahwa realitas serta beberapa kebenaran tentang realitas dapat dicapai
tanpa menggunakan metode empiris.
3. Rasionalisme
percaya bahwa pikiran mampu mengetahui beberapa kebenaran tentang realitas,
mendahului pengalaman apapun juga.
4. Rasionalisme
percaya bahwa akal budi (rasio) adalah sumber utama ilmu pengetahuan, ilmu
pengetahuan pada dasarnya adalah sistem deduktif yang dapat dipahami secara
rasional yang hanya secara tidak langsung berhubungan dengan pengalaman indrawi
5. Rasionalisme
percaya bahwa kebenaran tidak diuji melalui verifikasi indrawi, akan tetapi
melalui kriteria konsistensi logis. Kaum rasionalisme menentukan kebenaran yang
didasarkan atas konsistensasi antara pernyataan yang satu dengan pernyataan
yang lain atau kesesuaian antara pernyataan (teori) dengan kesepakatan
(konsensus) para ilmuwan.
6. Rasionalisme
percaya bahwa alam semesta (realitas) mengikuti hukum-hukum alam yang rasional,
karena alam semesta adalah sistem yang dirancang secara rasional, yang
aturan-aturannya sesuai dengan logika/matematika.[4]
D.
TOKOH-TOKOH
ALIRAN RASIONALISME
1. Rene Descartes
Pengaruh keimanan yang begitu kuat pada Abad
Pertengahan, telah membuat para pemikir takut mengemukakan pemikiran yang
berbeda dengan pendapat tokoh Gereja. Rene Descartes(1596-1650) adalah filosof
yang mampu menyelamatkan filsafat yang dicengkeram oleh iman Abad Pertengahan
itu. Descrates telah lama merasa tidak puas terhadap perkembangan filsafat yang
amat lamban dan banyak memakan korban. Ia melihat tokoh-tokoh Gereja yang
mengatasnamakan agama menjadi penyebabnya. Ia ingin filsafat
dilepaskan dari dominasi agama Kristen, selanjutnya kembali kepada semangat
filsafat Yunani, yaitu filsafat yang berbasis pada akal.
Rene
Descartes adalah filosof Perancis yang dijuluki “bapak filsafat modern”. Ia
ahli dalam ilmu alam, ilmu hukum, dan ilmu kedokteran. Ia menyatakan, bahwa
ilmu pengetahuan harus satu, tanpa bandingannya, harus disusun oleh satu orang,
sebagai bangunan yang berdiri sendiri menurut satu metode yang umum. Yang harus
dipandang sebagai hal yang benar adalah apa yang jelas dan terpilah-pilah
(clear and distinctively). Ilmu pengetahuan harus mengikuti langkah ilmu pasti
karena ilmu pasti dapat dijadikan model cara mengenal secara dinamis.
Dalam karya
Descartes, ia menjelaskan pencarian kebenaran melalui metode keragu-raguan.
Karyanya berjudul A Discourse on Methode mengemukakan perlunya memerhatikan
empat hal berikut:
a. Tidak
menerima suatu pun sebagai kebenaran, kecuali bila saya melihat hal itu
sungguh-sungguh jelas dan tegas (clearly and distincly), sehingga tidak ada
suatu keraguan apa pun yang mampu merobohkannya.
b. Pecahkan lah
setiap kesulitan atau masalah itu sebanyak-banyaknya, sehingga tidak ada suatu
keraguan apa pun yang mampu merobohkannya.
c. Bimbinglah
pikiran dengan teratur, dengan memulai dari hal yang sederhana dan mudah di
ketahui, kemudian secara bertahap sampai pada yang paling sulit dan kompleks.
d. Dalam proses
pencarian dan pemeriksaan hal-hal sulit, selamanya harus di buat
perhitungan-perhitungan sempurna serta pertimbangan-pertimbangan yang
menyeluruh, sehingga di peroleh keyakinan banwa tak ada satu pun yang
mengabaikan atau ketinggalan dalam penjelajahah itu.[5]
Descartes menepikan fungsi indera dalam menemukan kebenaran. Menurutnya indera hanya
menipu dan akallah satu-satunya yang harus menjadi panutan pertama dalam
merumuskan kebenaran sesuatu. Descartes menarik kesimpulan bahwa indera
sangatlah menipu dan tidak bisa dijadikan sebagai alat satu-satunya dalam
mencari kebenaran. Tetapi fungsi akallah yang harus diutamakan.
Descartes melahirkan beberapa pemikirannya dengan
metode keragu-raguan. Descartes ingin mencapai kepastian. Jika orang ragu-ragu,
tampaklah ia berfikir, sehingga ia akan
tampak sebab dari proses berfikir tersebut. Oleh karena itu, dari metoda
keraguan ini, muncullah kepastian tentang eksistensi dirinya. Itulah yang kemudian
dirumuskan dengan “Cogito Ergo Sum” (karena saya berfikir, maka saya ada).
Dalam mencari kebenaran, merujuk kepada prinsip Cogito
Ergo Sum. Hal tersebut di sebabkan oleh keyakinan bahwa dalam diri sendiri,
kebenaran lebih terjamin dan terjaga. Dalam diri sendiri terdapat 3 substansi
sejak lahir, yaitu:
a. Pemikiran.
Sebab saya memahami diri saya sebagai makhluk yang berfikir, harus diterima
juga bahwa pemikiran merupakan hakikat saya.
b. Allah
sebagai wujud yang sama sekali sempurna. Karena saya mempunyai ide sempurna,
mesti ada suatu penyebab sempurna untuk ide itu karena akibat tidak bisa
melebihi penyebabnya. Wujud yang sempurna itu tidak lain dari pada Allah.
c. Keluasan.
Materi sebagai keluasan atau eksestensi sebagaimana hal itu di lukiskan dan
dipelajari aoleh ahli-ahli ilmu ukur.
2.
Spinoza
Spinoza dilahirkan pada tahun 1632 dan meninggal dunia
pada tahun 1677 M. nama aslinya Banich Spinoza. Spinoza merupakan keturunan
dari agama Yahudi. Menurutnya, banyak terdapat keraguan dalam agama yang
dianutnya, sehingga Ia ingin melepaskan diri dari agamanya yaitu yahudi dan ia
juga mengasingkan diri dan jauh dari masyarakat. Ia mengubah namanya menjadi
Benedictus de Spinoza. Spinoza adalah pengikut Rasionalisme Descartes. Ia
memandang sesuatu itu benar melalui akal. Seperti halnya Descartes yang menomor
satukan akal dan menepikan indera yang di anggapnya menyesatkan.
Spinoza mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
berkaitan dengan kebenaran sesuatu, sebagaimana pertanyaan, apa substansi dari
sesuatu, bagaimana kebenaran itu bisa benar-benar yang terbenar. Spinoza
menjawabnya dengan pendekatan yang juga dilakukan sebelumnya oleh Rene
Descartes, yakni dengan pendekatan deduksi matematis, yang dimulai dengan
meletakkan definisi, aksioma, proposisi, kemudian berubah membuat pembuktian
(penyimpulan) berdasarkan definisi, aksioma, atau proposisi itu.
Bagi Spinoza
hanya ada satu substansi, yaitu Tuhan. Tuhan dan alam adalah satu dan sama.
Teori ini dikenal dengan nama Panteisme (semua adalah Tuhan). Dan satu
substansi ini meliputi baik dunia maupun manusia. Spinoza juga beranggapan
bahwa satu substansi itu mempunyai ciri-ciri yang tak terhingga jumlahnya Jadi
ia menentang baik Yahudi maupun Kristen. Spinoza percaya kepada Tuhan, tetapi
Tuhan yang dimaksudkannya adalah alam semesta ini. Tuhan Spinoza itu tidak
berkemauan, tidak melakukan sesuatu, tak terbatas (ultimate) . Tuhan itu tidak
memperhatikan sesuatu, juga tidak memperdulikan manusia.
.Berdasarkan
keyakinan ini maka segala sesuatu yang tak terbatas, dunia dengan segala
isinya, tidak dapat berdiri sendiri, melainkan tergantung kepada satu substansi
yang satu itu. Substansi yang satu itu berada di dalam segala sesuatu yang
beraneka raga ini. Segala yang beraneka ragam mewujudkan cara berada substansi
yang satu tadi.
3. Leibniz
Gotifried Willheim Von Leibniz (1646-1716) dalam
permikirannya, bermaksud untuk membuktikan eksistensi wujud (Tuhan). Bagaimana keberadaan Tuhan itu benar-benar ada
didalam kehidupan manusia. Ia membuktikan eksistensi Tuhan dengan konsepnya
tentang monade-monade.
Leibniz
berusaha membuktikan keberadaan Tuhan dengan empat Argumen. Pertama, ia
mengatakan bahwa manusia memiliki ide kesempurnaan, maka adanya Tuhan terbukti. Kedua, ia berpendapat adanya alam semesta dan
tidak lengkapnya membuktikan adanya sesuatu yang melebihi alam semesta ini, dan
ini disebut dengan Tuhan. Ketiga, ia berpendapat bahwa kita selalu ingin
mencapai kebenaran abadi, yaitu “Tuhan”. Keempat, Leibniz mengatakan bahwa
adanya keselarasan antara monade-monade membuktikan bahwa pada awal mula ada
yang mencocokan mereka satu sama lain, yaitu Tuhan.
Sementara Spinoza berpendapat bahwa hanya
ada satu substansi, Leibniz berpendapat bahwa substansi itu monad, setiap monad berbeda satu dengan yang lain
dan Tuhan (sesuatu yang super monad dan satu-satunya monad
yang tidak di cipta) adalah pencipta monad-monad
itu. Maka karya Leibniz tentang ini di beri judul Monadology (studi tentang monad) yang di tulisnya 1714. Ini adalah singkatan
metafisika Leibniz.
a.
Monad yang kita bicarakan di sini , adalah substansi
yang sederhana, yang selanjutnya menyusun substansi yang sederhana,yang selanjutnya menyusun substansi yang lebih
besar.
b.
Harus ada substansi yang sederhana karena ada susunan
itu, karena susunan tidak lain dari suatu koleksi substansi sederhana.
Satu substansi sederhana ialah substansi yang kecil yang tidak dapat di bagi. Adapun substansi yang berupa
susunan (Composites) jenis dapat di bagi. Akan tetapi, ada kesulitan di
sini. Bila simple sub stance (monad) itu terletak dalam ruang, maka akibatnya
ia mesti dapat di bagi. Oleh karena itu,Leibniz menyatakan bahwa semua monad
itu haruslah material dan tidak mempunyai ukuran,tidak dapat di bagi.
c.
Sekarang, apa pun yang tidak mempunyai bagian – bagian tentulah tidak
dapat di bagi. Monad itu adalah atom yang sebenarnya pada sifatnya dan kenyataannya adalah
unsur segala sesuatu.
d.
Kerusakan, karena itu, tidakkan menjadi pada substansi
itu, karena tidak dapat di bagi karena immaterial itu.
e.
Dengan cara yang sama tidak ada jalan untuk memahami
simple substance itu di cipta (come
into exintence) karena monad itu
tidak dapat di bentuk dengan menyusun .
f.
Kita hanya dapat menyatakan sekarang bahwa monad itu
mulai dan berakhir hanya satu kali. Yang tersusun mempunyai permulaan dan berakhir secara berangsur.
g.
Monad tidak mempunyai kualitas, karenanya mestinya
tidak akan pernah ada.
h.
Setiap monad harus di bedakan satu dengan lainnya karena tidak pernah ada isi
alam yang sama sekalipun kita tidak dapat mengetahui perbedaan itu.
i.
Tidak ada jalan menjelaskan bagaimana monad-monad itu
dapat perubahan dalam dirinya sendiri oleh sesuatu di luarnya karena tidak ada
kemungkinan sesuatu yang masuk ke dalamnya.
Masalahnya ialah setiap subtansi itu bebas, dan
karena itu sesuatu yang lain tidak dapat melakukan sesuatu kepadanya satu sama lainnya. Descartes menemui kesulitan dalam menyelesaikan hubungan mind dan
body. Spinoza, sebagai monis, menyelesaikan masalah ini dengan cara yang
amat sederhana: karena hanya ada satu substansi, maka persoalan ini tidak ada
padanya. Akan tetapi, Leibniz adalah pluralis; ada lebih
dari satu substansi, yang tidak dapat saling berintraksi.[6]
Monad ini
semacam cermin yang membayangkan kesempurnaan yang satu itu dengan caranya
sendiri. Tiap-tiap pencerminan yang terbatas ini mengandung kemungkinan tidak
terbatas karena dalam seluruhnya dapat diperkaya dan dipergandakan oleh sesuatu
dari sesuatu yang mendahuluinya. Dalam rentetan ini ada tujuan yang terakhir,
yaitu menuju yang tak terbatas sesungguhnya. Tuhan itu transendent, artinya
Tuhan di luar makhluk, Tuhan merupakan dasar dari segala rentetan yang ada.
E.
KELEBIHAN
DAN KEKURANGAN ALIRAN RASIONALISME
1. Kelebihan
a.
Mampu
menyusun sistem-sistem kefilsafatan yang berasal dari manusia.
b. Dalam menalar dan menjelaskan pemahaman-pemahaman yang rumit, kemudian
Rasionalisme memberikan
kontribusi pada mereka yang tertarik untuk menggeluti masalah-masalah filosofi
2. Kekurangan
a.
Doktrin-doktrin
filsafat rasio cenderung mementingkan subyek daripada objek, sehingga rasionalisme hanya berfikir yang keluar dari akal budinya saja yang benar,
tanpa memerhatikan objek-objek rasional secara peka,
b. Cara memahami objek di luar cakupan rasionalitas sejingga titik kelemahan
tersebut mengundang kritikan tajam, sekaligus memulai permusuhan baru dengan
sesama pemikir filsafat yang kurang setuju dengan sistem-sistem filosofis yang
subjektif tersebut.
F.
PANDANGAN
ALIRAN RASIONALISME TENTANG MANUSIA
Descartes
memandang manusia sebagai makhluk dualitas.
Manusia terdiri dari dua subtansi : jiwa dan tubuh. Jiwa adalah pemikiran dan
tubuh adalah keluasan. Sebenarnya tubuh tidak lain dari suatu mesin yang
dijalankan oleh jiwa. Karena setiap subtansi yang satu sama sekali terpisah
dari subtansi yang lain, sudah nyata bahwa Descartes mempunya banyak kesulitan
untuk mengartikan pengaruh tubuh atas jiwa dan sebaliknya, pengaruh jiwa atas
tubuh.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Rasionalisme
adalah faham filsafat yang mengatakan bahwa akal adalah alat penting dalam
memperoleh pengetahuan. Sejarah rasionalisme sudah tua sekali. Thales telah
menerapkan rasionalisme dalam filsafatnya. Pada zaman modern muncullah
tokoh-tokoh filsafat baru yang menganut paham rasionalisme. Adapun tokoh pertama rasionalisme
ialah Descartes, selanjutnya Spinoza dan Liebniz dari Jerman.
Rene
Descartes(1596-1650) adalah filsuf Perancis yang dijuluki “bapak filsafat
modern”. Rene descartes adalah filosof yang mendirikan aliran rasionalisme.
Descartes melahirkan beberapa pemikirannya dengan metode keragu-raguan
.Selanjutnya Spinoza. Spinoza adalah satu filosof istimewa yang tidak hanya
percaya pada apa yang dikatakannya,
tetapi juga bertindak sesuai dengannya. Spinoza mempunyai pemikiran bahwa hanya
ada satu substansi, yaitu Tuhan. Dan satu substansi ini meliputi baik dunia
maupun manusia. Itulah sebabnya pendirian Spinoza disebut penteisme, Tuhan
disamakan dengan segala sesuatu yang ada. Spinoza juga beranggapan bahwa satu
substansi itu mempunyai ciri-ciri yang tak terhingga jumlahnya.
Filosof
terakhir yang mengikuti pemikiran rasionalisme Descartes adalah Leibniz. Metafisika
Leibniz sama memusatkan perhatian pada substansi. Bagi Spinoza, alam semesta
ini keseluruhannya bergantung pada sebab, sementara substansi pada Leibniz
adalah hidup, dan setiap sesuatu terjadi untuk suatu tujuan. Penuntun prinsip
filsafat Leiniz ialah “ prinsip akal yang mencukupi, yang secara sederhana
dapat dirumuskan “sesuatu harus mempunyai alasan”. Bahkan Tuhan harus juga
mempunyai alasan untuk setiap yang diciptakanNya.
B. SARAN
Demikianlah
makalah yang sangat sederhana ini. Penulis sangat yakin bahwa masih banyak
kekurangan yang terdapat di dalam makalah
ini. Penulis mengharapkan banyak saran dan kritikan agar kiranya makalah ini
bisa menjadi lebih sempurna.
[1] Ahmad Tafsir, Filsafat Umum: Akal dan Hati Sejak Thales sampai Capra, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2001), hlm.127
[2] Solihin, Perkembangan Pemikiran Filsafat Dari Klasik Hingga Modern,
(Bandung: Pustaka Setia, 2007), hlm. 141
[4] Akhyar Yusuf Lubis, Filsafat
Ilmu: Klasik hingga Kontemporer,( Jakarta: RajaGrafindo, 2015), hlm. 87-88
[5] Surajiyo, Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia, (Jakarta : Bumi
Aksara , 2015), hlm. 37
[6] Ahmad Tafsir, Filsafat Umum: Akal dan Hati Sejak Thales sampai Capra, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2001), hlm.139-141
DAFTAR PUSTAKA
Syadali,
Ahmad. 2004. Filsafat Umum. Bandung:
CV Pustaka Setia
Surajiyo. 2015. Filsafat Ilmu: Suatu
Pengantar.
Jakarta: PT Bumi Aksara
Lubis,
Akhyar Yusuf. 2015. Filsafat Ilmu: Klasik
Hingga Kontemporer. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada
Tafsir,
Ahmad. 2005. Filsafat Umum Akal Dan Hati Sejak Thales Sampai Capra. Bandung
: PT Rosdakarya
Susanto. 2011. Filsafat Ilmu: Suatu
Kajian Dalam Dimensi Ontologis, Epistimologis, dan Aksiologi. Jakarta : PT
Bumi Aksara
Achmadi, Asmoro. 2009. Filsafat Umum. Jakarta : PT
RajaGrafindo Persada
Tidak ada komentar:
Posting Komentar