Wikipedia

Hasil penelusuran

Kamis, 01 Februari 2018

TAKDIR, KETETAPAN TUHAN DAN HUKUM ALAM

BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Bagi umat islam, takdir merupakan bagian dari pada aqidah, karena merupakan bagian iman terhadap Qadha dan Qadar. Kata takdir ini merupakan kata yang berasal dari Qadar. Takdir adalah suatu ketetapan garis kehidupan seseorang. Hal ini dinyatakan dalam Qur'an bahwa segala sesuatu yang terjadi terhadap diri seorang sudah tertulis. Takdir adalah ide bahwa Allah telah menciptakan setiap kejadian, masa lalu, masa kini dan masa depan. Ini berarti tiap-tiap kejadian, mulai dari penciptaan alam semesta hingga hari kiamat telah berlangsung dan berakhir dalam pandangan Allah.
Terkait dengan fenomena takdir, kelemahan manusia adalah ketidaktahuan akan takdir. Manusia tidak tahu apa yang sebenarnya akan terjadi. Kemampuan berfikirnya memang dapat membawa dirinya kepada perhitungan, proyeksi dan perencanaan yang canggih. Namun setelah diusahakan realisasinya tidak selalu sesuai dengan keinginannya. Manusia hanya tahu takdirnya setelah terjadi. Meskipun demikian manusia masih boleh berusaha dan berdo’a.
Kematian, kelahiran, rizki, nasib, jodoh, bahagia, dan celaka telah ditetapkan sesuai ketentuan-ketentuan Allah yang tidak pernah diketahui oleh manusia. Dengan tidak adanya pengetahuan tentang ketetapan dan ketentuan Allah, maka manusia harus berlomba-lomba menjadi hamba yang saleh, dan berusaha keras untuk menggapai cita-cita tertinggi yang diinginkan setiap muslim yaitu menjadi penghuni Surga.
Pemahaman tentang takdir sangat penting bagi seorang muslim. Sebab pemahaman tentang takdir ini akan menentukan arah dan sikap seorang muslim terhadap berbagai hal yang terjadi selama hidupnya.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa itu takdir?
2.      Apa saja macam-macam takdir?
3.      Jelaskan tentang takdir kematian, rizki, jodoh dan kebahagiaan!
4.      Apa hubungan takdir dan hukum alam?
5.      Apakah faedah mangimani takdir?


C.    Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui pengertian takdir.
2.      Mengetahui macam-macam takdir.
3.      Mengetahui takdir kematian, rizki, jodoh dan kebahagiaan.
4.      Mengetahui hubungan takdir dan hukum alam.
5.      Mengetahui faedah mengimani takdir.



BAB II
PEMBAHASAN


A.    Pengertian Takdir
Kata takdir (taqdir) diambil dari kata qaddara yang secara bahasa berarti ukuran, batasan atau ketentuan, mengukur, memberi kadar atau ukuran. Ukuran yang sudah ditentukan Tuhan sejak zaman azali baik atau buruknya sesuatu, tetapi boleh berubah jika ada usaha untuk merubahnya. Sehingga, jika Allah telah mentakdirkan sesuatu, maka itu berarti bahwa Allah telah memberi kadar/ ukuran/ batas tertentu dalam diri, sifat atau kemampuan maksimal makhluknya. Kemampuan pada diri manusia inilah yang boleh berubah, dan terkadang memang mengalami perubahan disebabkan oleh usaha manusia itu sendiri. Segala peristiwa yang terjadi di alam raya ini, dari sisi kejadiannya, dalam kadar atau ukuran tertentu, pada tempat dan waktu tertentu, itulah yang disebut takdir.
Sedangkan menurut istilah takdir adalah suatu ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah Swt, menurut ilmu dan kehendak-Nya, baik sesuatu yang pasti terjadi ataupun telah terjadi, maupun sesuatu yang akan terjadi dimasa datang.
Kata takdir juga bermakna menyerahkan sagala sesuatu kepada Allah, yang akan terjadi maupun yang telah terjadi. Maksudnya, mengembalikan segala sesuatu yang akan terjadi dan yang telah terjadi seluruhnya kepada kehendak dan ketetapan Allah.  Takdir seseorang tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah.
Takdir memiliki empat tingkatan yang semuanya wajib diimani, yaitu :
1.      Al-‘Ilmu
Seseorang harus menyakini bahwa Allah mengetahui segala sesuatu baik secara keseluruhan maupun terperinci. Dia mengetahui apa yang telah terjadi dan apa yang akan terjadi karena segala sesuatu diketahui oleh Allah secara detail.
2.      Al-Manusiabah
Allah mencatat segala sesuatu dalam Lauhil Mahfuz dan tulisan itu tetap ada sampai hari Kiamat. Walaupun itu telah terjadi pada masa yang lalu, masa sekarang dan apa yang akan terjadi pada masa yang akan mendatang.
3.      Al-Masyi’ah
Kehendak Allah bersifat umum karena Allah mempunyai kehendak terhadap segala sesuatu yang terjadi di bumi dan di langit dan tidak ada sesuatu pun yang terjadi kecuali atas kehendak-Nya. Didalam Al-Qur’an banyak sekali ayat-ayat yang menunjukkan bahwa apabila Allah menghendaki sesuatu, tidak ada yang bisa menghalangi kehendak-Nya tersebut dan begitu juga sebaliknya.
4.      Al-Khalqu
Allah sebagai pencipta, pemilik, pengatur dan menguasai segala sesuatu apapun yang ada di langit dan bumi.

Allah menciptakan segala sesuatu dengan kehendak-Nya dan Maha Mengetahui  segala sesuatu dengan jelas. Oleh sebab itu, Allah menakdirkan segala sesuatu yang sesuai dengan  kebutuhan (kehendak) setiap manusia.
Takdir tidak sedikitpun bertentangan dengan kehendak manusia. Didalam diri seseorang diberikan kekuatan mendukung kebutuhannya untuk melakukan segala amal-amal kebaikan menuju surga. Manusia juga diberi kekuatan untuk melakukan amal-amal kejahatan dan dosa yang menyebabkan mereka masuk ke neraka. Dalam menghadapi ketetapan tersebut, manusia masih diberikan kebebasan untuk memilih mana yang terbaik bagi diri mereka.
Oleh karena itu, permasalahan takdir tidak bisa dilepaskan dari ketetapan Tuhan dan pilihan manusia. Karena dalam melaksanakan ketetapannya,  Allah selalu memberikan sebab-sebab yang bisa diterima akal manusia, walaupun terkadang tidak sesuai dengan apa yang ada di dalam pikiran manusia.

B.     Macam-Macam Takdir
1.      Takdir Mua’llaq
Dalam bahasa arab,  mu’allaq artinya sesuatu yang digantungkan atau ditunda. Takdir Mua’llaq adalah takdir yang erat kaitannya dengan ikhtiar seseorang atau usaha menurut kemampuan yang ada pada manusia. Takdir ini dapat diubah dan manusia diberi akal dan hati nurani untuk memilihnya. Jadi Allah menunda pelaksanaan keputusan-Nya dan menggantungkannya kepada usaha manusia sendiri. Dengan kata lain, ketentuan Allah tersebut juga tergantung dari usaha atau rekayasa dari manusia.
Dalam hal ini Allah swt berfirman : “Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan dibelakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia”. (Q.S. Ar-Ra’ad :11)

Beberapa contoh takdir Mu’allaq antara lain adalah kekayaan, kepandaian, dan kesehatan. Orang yang meyakini takdir Allah, tidak boleh pasrah begitu saja kepada nasib karena Allah memberikan akal yang bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Sebagai contoh, seorang siswa bercita-cita ingin menjadi guru. Untuk mencapai cita-citanya itu ia belajar dengan tekun. Akhirnya apa yang ia cita-citakan menjadi kenyataan.
Dalam syarah manusiab hadist Arba’in Nawawi dijelaskan bahwa takdir muallaq merupakan takdir yang tergantung yang dikelompokkan menjadi dua macam takdir:
a.       Takdir Dalam Lauhul Mahfuzd
Takdir yang ada dalam lauhul mahfuzd. Takdir ini mungkin dapat berubah.
b.      Takdir yang Diikuti Sebab Akibat
Takdir atas kehendak Allah SWT namun penyebab adanya takdir itu bisa dirubah dengan perbuatan-perbuatan manusia. Seperti dengan do’a dan usaha.

Apabila manusia itu berbuat kebaikan dan keburukan, hal ini timbul dari kesadaran sepenuhnya sebagai manusia yang bertanggung jawab atas tingkah laku perbuatannya. Maka kebaikan yang dilakukannya itu adalah sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya. Sebaliknya bila ia berbuat kejahatan, maka perbuatan yang dilakukannya itu adalah salah.

2.      Takdir Mubram
Dalam bahasa Arab, mubram artinya sesuatu yang sudah pasti, tidak dapat dielakkan. Takdir Mubram adalah takdir yang pasti terjadi pada diri manusia dan tidak dapat diusahakan, tidak dapat untuk dielakkan atau tidak dapat ditawar. Takdir ini telah ditetapkan oleh Allah SWT dan manusia tidak mempunyai kesempatan untuk memilih atau mengubahnya.
Contoh takdir mubram antara lain :
a.       Waktu ajal seseorang tiba.
b.      Usia seseorang
c.       Jenis kelamin seseorang
d.      Warna darah yang merah
e.       Bumi mengelilingi matahari
f.       Bulan mengelilingi bumi

Seperti dijelaskan dalam syarah manusiab Hadist Arba’in Nawawi, takdir mubram dikelompokkan menjadi 2 (dua) yaitu :
a.       Takdir dalam Ilmu Allah SWT
Takdir ini tidak mungkin dapat berubah.
b. Takdir Dalam Kandungan
Takdir dalam kandungan, yaitu malaikat diperintahkan untuk mencatat rizki, umur, amal, dan celaka atau bahagia kah bayi yang ada dalam kandungan tersebut. Maka takdir ini termasuk dalam takdir yang tidak dapat dirubah yang telah digariskan.

C.    Takdir Kematian, Rizki, Jodoh dan Kebahagiaan
Kasus yang paling sering dijadikan contoh dalam memahami takdir Allah adalah rezeki, jodoh dan kematian. Menurut konsep takdir, rezeki, jodoh dan kematian adalah ketetapan mutlak sebelum seorang manusia dilahirkan. Karena itu manusia tidak bisa menolaknya ataupun mengejarnya.
Kematian manusia adalah akhir kehidupan seseorang atau habisnya umur seseorang. Artinya, saat ajal seseorang itu tiba, saat itu pula kematian datang menjemputnya. Datangnya ajal adalah pasti, tidak bisa dimajukan ataupun dimundurkan. Berjihad, berdakwah, amar makruf nahi mungkar, dan sebagainya, tidak akan menyegerakan ajal atau mengurangi umur. Begitu pula berdiam diri, tidak berjihad, tidak berdakwah, tidak beramar makruf nahi mungkar, dan tidak melakukan perbuatan yang berisiko mendatangkan kematian, Sesungguhnya tidak akan bisa memundurkan kematian dan tidak akan memperpanjang umur. Semua itu jelas dan tegas dinyatakan oleh ayat-ayat al-Quran.
Rezeki seseorang sudah ditetapkan Allah, maka apapun yang terjadi, manusia tidak bisa mengubah-ubah perolehan rezeki manusia. Sehebat apapun usaha untuk mencari rezeki kalau Allah sudah mentakdirkan miskin sebelum manusia lahir, maka miskinlah yang manusia dapatkan, dan sebaliknya. Banyak orang yang telah berusaha dengan segenap tenaga dan pikirannya, tetapi rezeki tidak datang, bahkan tidak jarang justru merugi. Sebaliknya, sangat banyak fakta bahwa rezeki datang kepada seseorang tanpa dia melakukan usaha apapun.
Ini menunjukkan bahwa usaha bukan sebab bagi datangnya rezeki. Rezeki tidak berada di tangan manusia. Allah  yang menentukan rezeki itu datang kepada manusia dan Dia memberinya kepada manusia menurut kehendak-Nya. Takdir kematian atau rezeki mempunyai peranan penting dalam memantapkan akidah serta menumbuhkembangkan semangat pengabdian. Manusia harus yakin terhadap adanya ketetapan Allah, sebelum sampai pada ketetapan tersebut manusia harus aktif dan berpartisipasi. Keaktifan dan partisipasi merupakan wujud ibadah kepada Allah.
Banyak orang yang berharap untuk segera dipertemukan dengan jodohnya, namun kadang kala hingga diusia senja tak pula kunjung mendapatkan jodoh. Biasanya, jodoh tak kunjung datang itu akibat dari pribadi yang tidak mau berusaha dan berbenah diri untuk mencari alasan mengapa jodoh tak juga menghampiri manusia. Padahal, sesuai dengan yang telah di janjikan oleh Allah bahwa manusia diciptakan berpasang-pasangan, artinya Allah memang telah mempersiapkan seseorang untuk dijodohkan dengan manusia. Tidak mungkin Allah ingkar, karena Allah maha menepati janji.
Allah mendorong hamba-hambaNya untuk berusaha maksimal selain itu juga penting untuk beribadah. Selain itu Allah juga memerintahkan manusia untuk mencari kenikmatan dan kebahagiaan duniawi dan ukhrowi. Karena keduanya membentuk keseimbangan yang harmonis.

D.    Hubungan Takdir dan Hukum Alam
Takdir adalah ketentuan Allah yang diberlakukan pada alam semesta (hukum alam).
Segala kehendak Tuhan telah diwujudkan dalam bentuk takdir/hukum alam. Kemudian Tuhan mengikatkan kehendakNya pd takdir/hukum alam ini. Takdir tidak pernah keluar dari hukum alam/sunnatullah.
Mekanisme alam atau sunnatullah adalah suatu ketentuan yang telah ditetapkan Allah demi keteraturan, keserasian, dan keharmonisan alam  serta kesejahteraan manusia yang hidup di dunia . Atau dengan kata lain, sunnatullah dapat diartikan sebagai hukum-hukum Allah yang berlaku di alam raya ini atau biasa disebut sebagai hukum alam. Hukum-hukum Allah diantaranya ada hukum yang berkaitan dengan alam raya dan ada pula hukum yang berkaitan dengan manusia. Kalau hukum Allah yang berlaku bagi manusia dalam kehidupan bermasyarakat, disebut sunnatullah, kalau hukum yang berlaku antara manusia dengan alam disebut dengan takdir.
Hukum ini berlaku juga untuk mukjizat, ia tidak akan menyimpang dari hukum alam. Ada hadist yang menerangkan bahwa umur, rizki, dan jodoh sudah ditentukan. Tuhan menentukan hukum kematian, hukum mendapat rizki dan hukum mendapat jodoh sama pada manusia.  Tentang kapan manusia mati, berapa rizki manusia, dan siapa jodoh manusia tergantung seperti apa manusia menerapkan hukum yang ditentukan Tuhan pada alam ini.
Quraish shihab berpendapat bahwa sunnahtullah dan takdir itu berbeda, karena sunnahtullah digunakan dalam al-Quran untuk hukum-hukum Tuhan yang pasti berlaku bagi masyarakat, sedangkan takdir mencangkup hukum-hukum  kemasyarakatan dan hukum-hukum alam.

E.     Faedah Mengimani Takdir
Beberapa hal yang berkaitan dengan takdir :
1.      Jagat raya ini semuanya berjalan menurut hukum universal Allah SWT kepada makhluknya.
2.      Dalam diri manusia ada roh, dengan roh itulah manusia hidup. Manusia  sama sekali tidak punya kekuasaan terhadap roh itu.
3.      Setiap manusia lahir kedunia bukan atas kehendaknya sendiri. Manusia lahir tidak memilih bangsa dan tanah air. Semuanya terlepas dari kehendak dan kekuasaan manusia.
4.      Pada diri tiap-tiap orang memiliki watak,pembawaan lahir dan bakat yang berbeda satu sama lain. Masalah tersebut diluar kehendak manusia, melainkan takdir Allah.
5.      Tidak ada seorangpun yang ingin sakit atau gagal. Namun manusia dihadapkan kepada kenyataan, bahwa pada saat yang tak terduga secara tiba-tiba sakit dan gagal. Maka sakit dan gagal bukanlah kehendak manusia. Semuanya adalah peranan takdir.

Adapun beberapa faedah mengimani dan mengetahui takdir- takdir Allah, diantaranya yaitu:
1.      Memberikan keseimbangan jiwa, tidak berputus asa karena sesuatu kegagalan dan tidak pula membanggakan diri atau sombong karena sesuatu nikmat.
2.      Menjadikan suatu peningkatan ketakwaan. Keberuntungan maupun kegagalan dapat dianggap sebagai ujian dari Allah SWT. Ujian akan menilai kualitas iman seseorang dan untuk meningkatkan takwa, sebagai modal hidup yang paling berharga sebagai seorang muslim.
3.      Tidak sombong ketika mendapatkan kesenangan dan tidak sedih ketika musibah. Mengimani takdir bukan berarti menyerah pada nasib. Orang yang menyerah pada nasib menjadikannya malas dan lamban, serta berhenti pada titik kegagalannya. Sementara itu, orang yang beriman pada takdir justru tak akan berlarut-larut dalam kesedihan dan tak akan tenggelam dalam kegagalan. Sadar bahwa apa yang ia raih semata-mata karena takdir Allah SWT.
4.      Menumbuhkan sifat ridha dan yakin dengan apa yang terjadi. Dengan sebab itu, dia akan mendapatkan hidayah dari Allah
5.      Menjadi motivasi untuk dihapuskannya dosa.
6.      Menjadi dorongan mendapat balasan yang besar dari Allah
7.      Menjadi seorang yang kaya hati (senantiasa merasa cukup dengan pemberian Allah ).
8.      Menumbuhkan keberanian
9.      Tidak takut terhadap kejahatan manusia
10.  Tidak takut mati
11.  Tidak bersedih karena sesuatu yang luput darinya
12.  Bersandar hanya kepada Allah ketika melakukan sebab (ikhtiar) sehingga tidak bersandar kepada sebab-sebab semata, karena segala sesuatu terjadi dengan takdir Allah




BAB III
PENUTUP


A.    KESIMPULAN
Menurut istilah takdir adalah suatu ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah, menurut ilmu dan kehendak-Nya, baik sesuatu yang pasti terjadi yaitu telah terjadi maupun sesuatu yang akan terjadi dimasa yang akan datang.  Yang tidak bisa dihindari oleh manusia jika waktunya telah tiba, akan tetapi dalam menghadapi ketetapan tersebut, manusia masih diberikan kebebasan untuk memilih mana yang terbaik bagi diri mereka.
Dapatlah disimpulkan bahwa didalam menghadapi cobaan atau musibah yang datangnya dari Allah ada hal-hal yang harus kita terima apa adanya karena kita harus menerimanya dengan penuh kesabaran dan kerelaan. Namun ada pula ketentuan yang dituntut kepada kita supaya berikhtiar untuk merubahnya. Dalam hal ini, jika kita tidak berusaha untuk merubah kearah yang lebih baik, maka kesalahan akan ditimpakan kepada diri kita sendiri, karena segala sesuatu itu dikehendaki Allah, tetapi Allah juga bisa merubah yang dikehendaki jika manusia itu mau ikhtiar.

B.     SARAN
Demikian makalah ini saya susun, semoga dengan membaca makalah ini dapat dijadikan pedoman kita dalam melangkah, menerapkan dan menjaga keimanan dalam mempercayai takdir sesuai dengan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari. Apabila ada kekurangan dalam penulisan makalah ini, saya mohon maaf yang setulus-tulusnya.



 DAFTAR PUSTAKA


Ahmad Muhammad. 2002. Tauhid Ilmu Kalam. Bandung: Pustaka Setia.
Ali, Mohammad Daud. 1998. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Rajawali Pers.
Miftah Faridl. 1995. Pokok-pokok Ajaran Islam. Bandung: Penerbit Pustaka.
Muhammad Chirzin. 1997.  Konsep & Hikmah Akidah Islam. Yogyakarta : Mitra Pustaka
Murtadha Muthahhari. 2003. Pengantar Ilmu-ilmu Islam. Jakarta: Pustaka Zahra.
Sahilun A.Nasir. 2010. Pemikiran Kalam: Teologi Islam. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Shihab, M. Quraish. 2013. Wawasan Al-Qur’an. Bandung: Mizan Media Utama.
Syed Mahmudunnasir. 1994. Islam, Konsepsi dan Sejarahnya. Bandung: Rosdakarya.
Toto Suryana, Dkk. 1996. Pendidikan Agama Islam. Bandung: Tiga Mutiara.

Jumat, 09 Juni 2017

ARTIKEL LANDASAN FILSAFAT PENDIDIKAN


LANDASAN FILSAFAT PENDIDIKAN


A.    LANDASAN ONTOLOGI PENDIDIKAN
1.      Pengertian Ontologi
Secara bahasa, ontologi berasal dari bahasa Yunani yaitu on atau ontos yang berarti ada dan logos yang berarti ilmu. Sedangkan secara terminologi ontologi adalah ilmu tentang hakekat yang ada sebagai yang ada. Dalam perkembangannya Christian Wolff (1679-1754 M) membagi metafisika menjadi dua, yaitu metafisika umum dan metafisika khusus. Metafisika umum dimaksudkan sebagai istilah lain dari ontologi. Sedangkan metafisika khusus masih dibagi lagi menjadi kosmologi, psikologi, dan teologi. Metafisika disebut sebagai “induk semua ilmu” karena  merupakan kunci untuk menelaah pertanyaan paling penting yang dihadapi oleh manusia dalam kehidupan, yaitu berkaitan dengan hakikat wujud. Aspek ontologi diuraikan secara :
a.       Metodis                       : Menggunakan cara ilmiah.
b.      Sistematis                    : Saling berkaitan satu sama lain secara teratur  dalam satu keseluruhan.
c.       Koheren                       : Unsur – unsur harus bertautan tidak boleh mengandung uraian yang bertentangan.
d.      Rasional                       : Harus berdasarkan pada kaidah berfikir yang benar (logis)
e.       Komprehensif  : Melihat obyek tidak hanya dari satu sisi/sudut pandang, melainkan secara multidimensional atau secara keseluruhan.
f.       Radikal                        : Diuraikan sampai akar persoalan.
g.      Universal                     :  Muatan kebenaranya sampai tingkat umum  yang berlaku dimana saja.

Dalam ontologi kita menghadapi persoalan bagaimanakah kita menjelaskan hakikat dari segala yang ada ini? Kita dihadapkan pada adanya dua macam kenyataan. Yang pertama, kenyataan yang berupa materi (kebenaran) dan kedua, kenyataan yang berupa rohani (kejiwaan). Jadi hakikat adalah kenyataan sebenarnya sesuatu.
            Dengan demikian, ontologi adalah cabang filsafat yang membicarakan prinsip paling dasar atau dalam dari segala sesuatu yang ada. Kenyataan ini selanjutnya menjurus pada suatu kebenaran.


2.      Hubungan Ontologi dengan Pendidikan
Ontologi menjangkau teori dan ilmu pendidikan melalui dunia pengalaman manusia secara empiris. Yaitu mempelajari mengenai apa yang ingin diketahui manusia dan objek apa yang diteliti ilmu. Agar pendidikan dalam praktek terbebas dari keragu-raguan, maka objek formal ilmu pendidikan dibatasi pada manusia seutuhnya di dalam situasi pendidikan.
Dalam kaitannya dengan pendidikan, Gutek (1988:2) mengatakan bahwa metafisika berkaitan dengan perumusan teori dan praktik pendidikan dalam berbagai hal. Subjek, pengalaman dan keterampilan yang termuat di dalam kurikulum merefleksikan konsep tentang kenyataan yang diyakini oleh suatu masyarakat yang menjadi pendukung keberadaan sebuah sekolah.
Persekolahan mewakili upaya dari pembuat kurikulum, guru-guru dan pengarang buku-buku teks dalam menggambarkan aspek-aspek kenyataan kepada subjek didik. Contohnya, pelajaran sejarah, geografi, kimia dan lain-lain menggambarkan fase tertentu dari kenyataan kepada subjek didik.      
Pendidikan ditujukan untuk mensistematisasikan konsep-konsep dan praktik pendidikan yang telah dikaji secara metodologis menjadi suatu bentuk pengetahuan tersendiri yang disebut Ilmu Pendidikan. Dasar ontologi pendidikan adalah objek materi yang mengatur seluruh kegiatan kependidikan. Jadi hubungan ontologi dengan pendidikan menempati posisi landasan yang terdasar dari fondasi ilmu dimana disitulah terletak dasarnya dunia ilmu.

B.     LANDASAN EPISTEMOLOGI PENDIDIKAN
1.      Pengertian Epistemologi
Secara etimologi, epistemologi merupakan kata gabungan dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu episteme dan logos. Episteme berarti pengetahuan atau kebenaran dan logos berarti pikiran, kata atau teori. Epistemologi ini membahas isi pikiran manusia, yakni pengetahuan. Epistimologi dapat juga diartikan sebagai teori pengetahuan yang benar (teori of knowledges).
Epistemologi adalah salah satu cabang filsafat yang membahas tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, metode atau cara memperoleh pengetahuan, validitas dan kebenaran pengetahuan. Aspek epistemologi adalah kebenaran fakta atau kenyataan dari sudut pandang mengapa dan bagaimana fakta itu benar yang dapat diverifikasi atau dibuktikan kebenarannya.



2.      Hubungan Epistemologi dengan Pendidikan
Pengetahuan dilihat sebagai jawaban yang mungkin untuk menyelesaikan persoalan. Penerapan terhadap dunia pendidikan tercermin dalam sikap yang melihat peserta didik sebagai manusia-manusia yang berorientasi ke masa depan, yang selalu memecahkan masalah. Pendidikan adalah rekontruksi dan transformasi terus-menerus karena manusia selalu berinteraksi dengan dunia sekitarnya.
Pertanyaan-pertanyaan yang muncul dalam epistemologi seperti: apa yang dimaksud dengan pengetahuan itu sendiri? Apa artinya mengetahui sesuatu? Apa sumber pengetahuan? Bagaimana kita dapat mempertahankan pendapat bahwa kita mengetahui ketika kita mengklaim bahwa kita mengetahui? Apakah kita mengetahui dengan cara yang sama dalam semua mata pelajaran yang terdapat di dalam kurikulum? Jika tidak, jenis pengetahuan apakah yang mungkin? Jenis pengetahuan mana yang sangat berharga bagi kita?
Epistemologi membahas konsep dasar dan sangat umum dari proses mengetahui, sehingga erat kaitanya dengan metode pengajaran dan pembelajaran. Dalam kaitannya dengan pendidikan, Kneller (1971: 18-19) mengatakan bahwa dipandang dari sudut pandang guru, satu hal yang sangat jelas dan penting dalam kajian epistemologi adalah adanya jenis-jenis pengetahuan yang berbeda. Jenis-jenis pengetahuan tersebut adalah pengetahuan wahyu, pengetahuan intuitif (intuisi), pengetahuan rasional, pengetahuan empiris, dan pengetahuan otoritatif.
Guru-guru di dalam kelas memberikan berbagai jenis pengetahuan sesuai dengan disiplin ilmunya masing-masing. Penting bagi seorang guru mengetahui berbagai jenis pengetahuan yang diberikannya, apa sumber pengetahuan tersebut, dan bagaimana tingkat kepercayaan kita pada pengetahuan tersebut. Hal ini akan membantu guru untuk menyeleksi bahan ajar dan penekanannya pada materi tertentu dalam mengajar (Akinpelu, 1988:12).
Epistemologi sangat penting bagi peserta didik. Pencarian akan pengetahuan dan kebenaran adalah tugas utama baik dalam filsafat/epistemologi maupun pendidikan. Antara epistemologi dan pendidikan terdapat perbedaan dalam hal prosesnya. Pendidikan sebagai proses memusatkan perhatiannya pada penanaman pengetahuan oleh guru dan perolehannya oleh peserta didik. Sedangkan epistemologi menggali lebih dalam sampai pada akar pengetahuan.
Epistemologi dalam pendidikan bertujuan untuk mengembangkan ilmu secara produktif dan bertanggung jawab serta memberikan suatu gambaran-gambaran umum mengenai kebenaran yang diajarkan dalam proses pendidikan.
Jadi dapat diketahui bahwa dalam kegiatan pendidikan sangat erat dengan epistemologi karena pendidikan selalu berkaitan dengan pemberian pengetahuan oleh pendidik, dan penerimaannya, serta pengembangannya oleh peserta didik. Dalam setiap pengetahuan yang disampaikan oleh guru dengan berbagai disiplin ilmu masing-masing terdapat dasar epistemologinya sendiri-sendiri.

C.    LANDASAN AKSIOLOGI PENDIDIKAN
1.      Pengertian Aksiologi
Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu: axios yang berarti nilai. Sedangkan logos berarti teori/ ilmu. Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan ilmunya dan membahas teori-teori nilai dan berusaha menggambarkan kebaikan dan perilaku yang baik.
Pembahasan aksiologi menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu. Pada tahap-tahap tertentu kadang ilmu harus disesuaikan dengan nilai-nilai budaya dan moral suatu masyarakat, sehingga nilai kegunaan ilmu tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan bersama, bukan sebaliknya malah menimbulkan bencana. Dalam aksiologi ada dua penilaian yang umum digunakan yaitu:
a.       Etika
Etika adalah cabang filsafat yang membahas masalah-masalah moral. Kajian etika lebih fokus pada perilkau, norma dan adat istiadat manusia. Tujuan dari etika adalah agar manusia mengetahui dan mampu mempertanggungjawabkan apa yang ia lakukan.
b.      Estetika
Estetika merupakan bidang yang mempersoalkan tentang nilai keindahan. Keindahan mengandung arti bahwa didalam diri segala sesuatu terdapat unsur-unsur yang tertata secara tertib dan harmonis dalam satu kesatuan hubungan yang utuh menyeluruh. Maksudnya adalah suatu objek yang indah bukan hanya berpola baik melainkan harus juga mempunyai kepribadian.

2.      Hubungan Aksiologi dengan Pendidikan
Aksiologi mempelajari mengenai manfaat apa yang diperoleh dari ilmu pengetahuan, menyelidiki hakikat nilai, serta berisi mengenai etika dan estetika. Dasar aksiologis pendidikan adalah kemanfaatan teori pendidikan sebagai ilmu yang diperlukan untuk memberikan dasar yang sebaik-baiknya bagi pendidikan sebagai proses pembudayaan manusia secara beradab.
Secara umum, setiap orang dipengaruhi oleh nilai-nilai yang membentuk perilakunya sepanjang hidup. Anak-anak secara terus-menerus diberitahu bahwa mereka harus melakukan atau tidak boleh melakukan hal-hal tertentu. Para pendidik selalu memperhatikan masalah-masalah yang berkaitan dengan pembentukan nilai-nilai dalam diri para subjek didik dan mendorong ke arah perilaku yang bernilai (Gutek, 1988:3).
Nilai dan implikasi aksiologi di dalam pendidikan ialah pendidikan menguji dan mengintegrasikan semua nilai tersebut di dalam kehidupan manusia dan membinanya di dalam kepribadian anak. Karena untuk mengatakan sesuatu bernilai baik itu bukanlah hal yang mudah. Apalagi menilai secara mendalam dalam arti untuk membentuk kepribadian ideal.
Secara tidak langsung landasan aksiologis pendidikan tercermin di dalam perumusan tujuan pendidikan. Ketika orang merancang pendidikan, maka ia harus memulainya dengan merumuskan tujuan yang hendak dicapai. Tujuan pendidikan didasarkan oleh nilai-nilai yang diyakini yang berusaha untuk diwujudkan tidakan nyata.
            Aksiologi memberikan manfaat untuk mengantisipasi perkembangan kehidupan manusia yang negatif sehingga ilmu pengetahuan dan teknologi tetap berjalan pada jalur kemanusiaan. Oleh karena itu daya kerja aksiologi ialah :
a.       Menjaga dan memberi arah agar proses keilmuan dapat menemukan kebenaran, maka prilaku keilmuan perlu dilakukan dengan penuh kejujuran dan tidak berorientasi pada kepentingan langsung.
b.      Dalam pemilihan objek penelahaan dapat dilakukan secara etis yang tidak mengubah kodrat manusia, tidak merendahkan martabat manusia, tidak mencampuri masalah kehidupan dan netral.
c.       Pengembangan pengetahuan diarahkan untuk meningkatkan taraf hidup yang memperhatikan kodrat dan martabat manusia serta keseimbangan, kelestarian alam lewat pemanfaatan ilmu dan temuan-temuan universal.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa landasan aksiologis ilmu pendidikan adalah konsep nilai yang dijadikan landasan atau dasar dalam teori dan praktik pendidikan.